12 Nov 2022
Dalam rangka mendukung Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga Melalui SOSIALISASI MASYARAKAT, Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Yogyakarta mempunyai fungsi dan tugas di dalam mengemban salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, berupa pengabdian kepada masyarakat (PKM).Layanan masyarakat dalam bidang pendidikan kesehatan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta mempunyai tanggung jawab membantu langsung pada masyarakat dalam bidang kesehatan. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara nyata dalam bentuk pengelolaan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dengan sasaran, target, pelaksanaan dan evaluasi dilaksanakan di lingkungan masyarakat.
Terkait dengan Stunting yang merupakan salah satu permasalahan utama di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan, angka prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 24,4%. Upaya pemerintah Indonesia dalam menurunkan angka stunting dapat dilihat dari dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang dijadikan payung hukum bagi Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang telah dilaksanakan sejak tahun 2018. Strategi nasional tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas persiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi anak, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, serta meningkatkan kualitas air minum dan sanitasi.
Kategori Prevalensi Stunting Menurut WHO:
Tingkat stunting sebagai dampak kurang gizi pada balita di Indonesia melampaui batas yang ditetapkan WHO. Kasus stunting banyak ditemukan di daerah dengan kemiskinan tinggi dan tingkat pendidikan yang rendah.
Indonesia digadang-gadang menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia dalam beberapa dekade mendatang. PricewaterhouseCoopers (PWC), misalnya, memprediksi ekonomi Indonesia masuk dalam lima besar dunia pada 2030, bahkan menjadi ke-4 negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2050 nanti. Jika itu terjadi, posisi Indonesia hanya akan ada di bawah Tiongkok, India dan Amerika Serikat.
Di beberapa provinsi, prevalensi stunting balita bahkan masih berada di atas 30% seperti terlihat pada grafik di mana peta wilayahnya terlihat paling gelap dibandingkan dengan provinsi lainnya. Provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur/NTT dengan prevalensi stunting sebesar 37,8%, Sulawesi Barat sebesar 33,8%, Aceh sebesar 33,2%, Nusa Tenggara Barat/NTB sebesar 31,4%, Sulawesi Tenggara sebesar 30,2%, serta Kalimantan Selatan sebesar 30%.
Sedangkan prevalensi di Provinsi Bali, DKI Jakarta, dan Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat paling rendah. Ini terlihat dari peta wilayahnya terlihat paling terang dibandingkan dengan provinsi lainnya. Prevalensi stunting Balita di Indonesia terus menunjukkan tren turun. Pada 2018, prevalensi Balita stunting masih sebesar 30,8%. Kemudian, turun menjadi 27,7 pada 2019 dan terus turun menjadi 24,4% pada SSGI 2024. Prevalensi stunting tahun 2022 harus turun setidaknya 3% melalui konvergensi program intervensi spesifik dan sensitif yang tepat sasaran, serta didukung data sasaran yang lebih baik dan terintegrasi, pembentukan TPPS dan (penguatan) tingkat implementasinya hingga di tingkat rumah tangga melalui Posyandu. Pemerintah mempunyai target untuk menurunkan prevalensi hingga 14% pada tahun 2024. Itu artinya, kita harus menurunkan prevalensi sebesar 10,4% dalam 2,5 tahun ke depan, yang tentu saja ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk mencapainya
Menurut Riskesdas tahun 2018 prevalensi stunting DIY pada tahun 2018 adalah 21,4 %, sementara Kabupaten Bantul adalah wilayah dengan prevalensi stunting tertinggi kedua setelah Kabupaten Gunung Kidul, yakni 22,89 %. Kalurahan Argodadi, Kapanewon Sedayu merupakan lokus stunting pada ke-2 bersama 10 Kalurahan lainnya di Kab Bantul. Kalurahan Argodadi belum memenuhi target Renstra Kab Bantul untuk kesehatan balita dengan tolok ukur besarnya prevalensi stunting. Sementara berdasarkan laporan Puskesmas Sedayu II, di Kalurahan Argodadi pada bulan Februari 2021 terdapat balita stunting sebanyak 74 orang dan ibu hamil risiko tinggi sebanyak 5 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pamong kalurahan pada studi kebijakan stunting DIY pada tahun 2019 dilaporkan beberapa kesulitan yang dihadapi kader pembangunan masyarakat kalurahan untuk mengatasi stunting adalah pemahaman masyarakat yang masih menganggap stunting bukan masalah kesehatan yang serius, karakteristik sosial demografi rumah tangga keluarga balita, anggapan stunting adalah masalah kesehatan saja, dukungan lintas sektor yang kurang optimal dan belum sinergis, intervensi stunting yang tidak segera mendapatkan hasil sesuai target, dan pengaturan alokasi anggaran kalurahan untuk penanganan/pengentasan masalah stunting balita (Laporan Kebijakan Stunting DIY, 2019). Disamping itu Pemkab Sleman berkomitmen untuk mendukung program pemerintah dalam mencapai target penurunan prevalensi stunting menjadi 14% pada 2024. Sebagai bentuk komitmen, Pemkab telah menetapkan sejumlah regulasi untuk akselerasi pencapaian target penurunan stunting.
Saat ini Pemkab Sleman memiliki regulasi terkait dengan penanganan stunting seperti Peraturan Bupati Sleman No.22.1/2021 tentang Percepatan Penanggulangan Stunting yang Terintegrasi; Peraturan Bupati Sleman No. 1.8/2021 tentang Jaring Pengaman Sosial; Peraturan Bupati No.28.3/2021 tentang Kewenangan Kalurahan dalam upaya Pencegahan dan Penanggulangan Stunting Terintegrasi di Tingkat Kalurahan; serta Keputusan Bupati Sleman No. 12.3/2022 tentang Tim Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Sleman. "Targetnya adalah menurunnya angka anak balita stunting di Sleman di bawah lima persen pada 2026," katanya.
Adapun inovasi yang dilakukan Pemkab Sleman salah satunya melalui program Pecah Ranting Hiburane Rakyat atau Pencegahan Rawan Stunting, Hilangkan Gizi Buruk dan Tingkatkan Ekonomi Rakyat. Program ini, kata Danang, terdiri dari Gerakan Tanggulangi Anemia Remaja dan Thalasemia (Getar Thala), Gerakan Ajak Menimbang Cegah dan Atasi Stunting (Gambang Stunting), serta Program Pemberian Makanan Tambahan melalui Warung Sembada. "Dengan inovasi tersebut berhasil meningkatkan status gizi ibu hamil kekurangan energi kronis [KEK] sebesar 50% serta menekan angka stunting di Sleman, sehingga satu dari lima balita beresiko stunting di Sleman dapat berstatus normal.
Hari Sabtu & Minggu pada tangggal 10 & 11 Desember 2022, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta bekerjasama dengan Pemerintah Kalurahan Argodadi, Kapanewon Sedayu, Kabupaten Bantul dan Dusun Jitar, Kalurahan Sumberarum, Kapanewonan Moyudan, Kabupaten Sleman untuk melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat secara holistik dengan judul “Gema Canting (Gerakan Masyarakat Cegah Stunting) secara holistik, dengan sasaran 8000 HPK (hari pertama kehidupan), yakni sejak hamil hingga remaja akhir/dewasa awal. Intervensi holistik merupakan kegiatan yang komprehensif meliputi aspek mind, body and soul yang diharapkan mampu membangun manusia yang utuh, sehat, dan seimbang.